Sebagai penguasa untuk wilayah Jepara, Demak, Kudus, dan Pati. Mendapat tugas untuk mencari Sendang Pengasihan, setelah mengadakan penelusuran Sendang Pancuran inilah yang dimaksud dengan Sendang Pengasihan. Di Sendang ini Empu Supo bersuci dan bersujud, Sendang tersebut juga menjadi tempat istirahat tentara Demak dan LEMAH DUWUR (sebelah Sendang) dijadikan sebagai tempat untuk menempa senjata Dari sinilah nama Pancoran kemudian menjadi nama Desa Pancur. Untuk menjaga tentara dan warga dari serangan musuh, jalan menuju Sendang diberi Azimat agar musuh menjadi luluh, tempat tersebut terkenal dengan nama Kali wuluh, kemudian di utara Kali wuluh (perbatasan antara desa Raguklampitan dengan Pancur) di beri Azimat oleh Empu Supo untuk menangkal musuh, tempat tersebut diberi nama Kali Panean dari kata mani’ dalam bahasa arab artinya mencegah/menangkal.
Dalam lintasan sejarah, desa Pancur telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Menurut penuturan warga, kampong (baca: desa) ini dulunya termasuk desa yang kramat dan setiap orang yang tinggal selalu meninggal, akhirnya Syekh Subakir mengutus Mbah Ronggo Jiwo disertai dengan Nyai Ratu Gondo Sari dan Nyai Ratu Dewi Seruni Mbah Ronggo Jiwo dimakamkan di Makamdo’a, Dewi Ayu Seruni dimakamkan di Kali Totok dan Nyai Ratu Gondo Sari dimakamkan di Kedung Gambir.
Dalam lintasan perjalanan menuju kampong Pancur, bagi orang yang tidak baik akan luluh dan di tangkal di Kali Panean, dalam perjalanan spiritual menuju hidup yang lebih baik jiwa harus ditotokke (dengan cara bertaubat) dalam perjalanan spiritual berikutnya ke Makam Do’a orang harus senantiyasa berdzikir, berdo’a dan senantiyasa berharap kepada Allah SWT, perjalanan berikutnya menuju Kedung Gambir, Kedung Gambir sendiri mengandung filosofi “orang kalau ingin kaya, alim harus gambir/pahit atau prihatin, riyadloh dulu”. Dalam menuju kebersihan jiwa/hati bersuci di Sendang (tabarrukan di petilasan Empu Supo) untuk menyinarkan energy positif dan menyirnakan energi negative (tahalli, takholli, tajalli) dalam perjalanan berikutnya proses penghambaan dengan Sholat dan kholwat di Masjid Wali Kenduren. Masjid tersebut adalah Masjid Pertama peninggalan Eyang Merto dan Syekh Baladah atau Syekh Baghdad dari Demak ( kerabat dari Ki Ageng Selo/Moyangnya Raja-Raja Mataram). Dengan Masjid tersebut adalah (tunggak Jati Pancur) diharapkan sebagai kegiatan untuk mensyiarkan Agama Islam di Kampung Pancur. Nama kenduren di ambil dari nama desa di Demak tempat tinggalnya Mbah Kedah (kerabat dari Syekh Baladah) yang pernah singgah di Pancur dalam pencarian kerabatnya (Syekh Baladah) dan diberi tanah di kampong Pancur yang diberi nama tanah Kenduren yang dijadikan sebagai tempat untuk Masjid.
Di kenduren sendiri ada tanah yang diberi nama tanah Pancur. Dari sinilah awal persaudaraan antara warga Pancur dengan warga Kenduren, Mbah Kedah juga diberi Bende (gong kecil) peninggalan Mbah Ronggo Jiwo yang ada di Kedung Gambir, bende ini setiap musim kemarau panjang dipinjam warga Pancur untuk upacara ADUS CENDOL di daerah kali Randobango Pancur, agar pada musim kemarau diberi hujan. Dalam perjalanan spiritual berikutnya adalah mengingat bahwa hanya kepada Allah tempat kita mohon perlindungan, pertolongan dan tempat kembali, berziarah ke Makam Syekh Baladah Kalisawah, Makam Pakis Adji Mbah Abdul Ghoni, Makam Mbah Eyang Merto dan Mbah KH. Hasan Kafrawi. Mbah Hasan Kafrawi adalah keturunan dari Sultan Banten dan Pateh Cerbon, yang meneruskan perjuangan Mbah Syeh Baladah dan Eyang Merto, dalam perjuangannya Mbah Hasanb Kafrawi (tabarrukan pucak masjid wali kenduren) untuk dijadikan sebagai pucak Masjid di Tamansari.
Hal ini dikuatkan oleh hasil riyadloh Mbah H. Muhadi bahwa kelima tokoh tersebut adalah akal bakal Desa Pancur. Menurut Ky. Masyudi Syekh Baladah, Eyang Merto, dan Empu Supo adalah utusan Sunan Kalijaga, untuk menyebarkan agama Islam di Desa Pancur. Syekh Baladah sebagai Imam Masjid Wali, Eyang Merto sebagai muadzin, dan Empu Supo sebagai keamanan.
Sejarah Singkat Tentang Empu Supo Anom (Raden Djoko Supo) dan Terbentuknya Sendang Kanoman di Desa Pancur jepara – Tampil selalu cantik atau ganteng dan terus terlihat muda, selalu diidam-idamkan banyak orang. Maka tak heran ada ribuan orang yang berdatangan dan tumpah ruah di Belik Sendang Kanoman yang ada di Desa Pancur, Kecamatan Mayong, Jepara.
Terutama saat malam 1 Syuro. Ribuan orang dari berbagai daerah rela berdesak-desakan untuk sekadar bisa mandi atau membasuh muka menggunakan air dari belik atau sendang (mata air) tersebut. Seperti malam satu Syuro Tak peduli lelaki, perempuan, tua, muda, bahkan anak-anak, rela berdesakan demi mencari berkah dari air di belik itu. Belik Sendang Kanoman. Mereka mempercayai air dari belik tersebut bisa membuat awet muda. Tak hanya warga dari Jepara saja, namun juga tak sedikit warga dari kabupaten tetangga seperti Kudus dan lainnya, juga ikut berdatangan.
Warga menyakini, air di belik yang berada di kawasan Rt.35 Rw.06 Suwang Lor Dukuh Tamansari, Pancur tersebut merupakan air abadi, lantaran tak pernah surut ataupun kering, meskipun kekeringan melanda. Mereka meyakini mitos yang selama beredar di masyarakat jika air di belik tersebut mampu menjadi obat awet muda.
Sejarah versinya berbeda menurut yang bercerita.🙏
ReplyDelete