Sponsor

Info Seputar Mayong Jepara

Info Berita Seputar Mayong dan juga Sejarah desa desa di Mayong dan sekitarnya

    • Child Category 1
      • Sub Child Category 1
      • Sub Child Category 2
      • Sub Child Category 3
    • Child Category 2
    • Child Category 3
    • Child Category 4
    • Childcare
    • Doctors
  • Home
  • Desa
    • Info Terkini
    • Documentasi
    • Download
  • Downloads
    • Dvd
    • Games
    • Software
      • Office
  • Sejarah Desa
    • Child Category 1
      • Sub Child Category 1
      • Sub Child Category 2
      • Sub Child Category 3
    • Child Category 2
    • Child Category 3
    • Child Category 4
  • Info Terkini
  • Dokumentasi
    • Foto
    • Video
  • Uncategorized

Saturday, October 13, 2018

Asal Usul Desa Kuanyar

 Admin     October 13, 2018     No comments   

Asal Usul Desa Kuanyar

Hubungan peristiwa ini dengan asal muasal Desa Kuanyar adalah, bahwa pada saat itu Ratu Kalinyamat mempunyai pengikut setia yang selalu mendampingi Sang Ratu. Beliau adalah seorang dayang yang merawat dan mengasuh Sang Ratu sejak kecil. Karena pekerjaannya mengasuh itulah maka dayang tersebut biasa dipanggil dengan sebutan Mbok Emban (artinya ibu asuh). Nama asli mbok emban adalah Nyai Safah. Hal ini berdasarkan cerita tutur dan tulisan yang terukir di pintu makam beliau. Sepeninggal Sultan Hadirin Ratu Kalinyamat memberikan penghargaan kepada Mbok Emban berupa sebuah wilayah berjarak 6 kilometer di sebelah tenggara Keraton Kalinyamat untuk ditempati. Dengan penuh ketekunan Mbok Emban bersama suaminya yang bernama Mbah Wali (tidak diketahui nama asli beliau) pindah dan membabat hutan di wilayah yang dimaksud menjadi sebuah tempat tinggal. Oleh Mbok Emban daerah tersebut kemudian dinamakan sentono/ astana raja. Dinamakan demikian karena untuk mengingat jasa Kanjeng Ratu Kalinyamat. Didaerah tersebut kemudian dibangun tempat tinggal dan pesanggrahan. Hingga akhirnya tempat tersebut dikenal sebagai pesanggrahan mbok nyai emban pada masanya. Lambat laun disekitar daerah tersebut mulai ramai didatangi oleh para pendatang yang kemudian menetap dan tinggal disekitar daerah tersebut. Kalau melihat kondisi gegrafis daerah sentono penulis berkeyakinan bahwa pesanggrahan dan tempat tinggal Mbok Emban dulunya terletak ditepi sebuah sungai dengan dikelilingi pohon pohon besar. Namun sungai tersebut kini sudah tidak terlihat jelas karena proses alam yaitu proses sendimentasi/ pendangkalan. Hal ini bisa terlihat dari topografi daerah tersebut yang posisinya lebih tinggi dibanding dengan posisi tanah di sekitar. Sampai sekitar tahun 1996  sekitar 50 meter disebelah barat makam beliau masih terlihat sebuah cekungan panjang menyerupai sebuah sungai meskipun tidak dalam dengan dikelilingi dua buah pohon besar yang berusia ratusan tahun. Sayang dua buah pohon besar yang menjadi peneduh di area makam beliau kini sudah tidak ada lagi karena tumbang dimakan usia. Hal lain yang lebih meyakinkan penulis adalah pernah ditemukannya sumber pasir di persawahan disebelah utara makam beliau. Waktu itu ayah penulis sedang menggali sumur untuk pengairan tanaman jagung di sawah tersebut, namun setelah kedalaman sekitar dua meter galian yang semula berupa tanah berubah menjadi pasir. Pasirnya berwarna coklat sebagaimana umumnya pasir sungai. Tidak hanya satu sumur yang dibuat namun ada empat sumur dan semuanya mengandung pasir. Sumur-sumur itu dibuat empat titik yang masing-masing berjarak empat meter dengan bentuk segi empat. Pasir-pasir tersebut kemudian diambil oleh ayah penulis, bahkan cukup untuk dipakai sebagai bahan bangunan. Bahkan saat itu penulispun ikut membantu ayah mengambil pasir. Dari kejadian inilah penulis yakin bahwa pesanggrahan Mbok Emban terletak ditepi sebuah sungai yang asri dan sejuk. Hal ini juga dikuatkan dengan fakta adanya kubangan air yang membentuk pola memanjang seperti aliran sungai apabila hujan deras, sewaktu ayah penulis masih kecil kubangan air bahkan terlihat lebih jelas.
                Pada perkembangannya Pesanggrahan mbok nyai emban sering dikunjungi dan oleh para musafir yang kebetulan melewati daerah tersebut sebagai tempat persingahan ataupun juga diskusi. Salah seorang yang sering singgah ke pesanggrahan beliau adalah seorang ulama yang berasal dari Singaraja Bali bernama Datuk Ida Gurnandi. Mbah Datuk Singorojo begitu sekarang masyarakat meyebut, adalah seorang dai keliling. Beliau menetap disebuah desa berjarak kurang lebih 8 kilometer atau empat kilometer kearah timur laut Pasar Mayong yang diberi nama seperti daerah asalanya yaitu Singorojo. Mbah Datuk sering singgah ke pesanggrahan Mbok Emban apabila sedang melakukan dakwah keliling ke wilayah-wilayah di jepara. Menurut cerita, kebiasaan Mbah Datuk saat singgah disuatu tempat adalah ditanamnya pohon aren didaerah tersebut. Dengan demikian setiap melakukan perjalanan Mbah Datuk selalu membawa buah aren (kolang-kaling). Cerita ini memang ada benarnya karena sampai akhir tahun 1980-an di sekitar makam mbok emban masih ditemui banyak pohon aren meskipun sekarang sudah tidak ada satupun yang tinggal. Ditempat tersebut konon juga didirikan sebuah Masjid. Namun sayang Masjid tersebut ternyata tidak pernah digunakan sembahyang secara berjamah oleh masyarakat sekitar setono. Hingga akhirnya mbah wali (suami mbok emban) menendang bedug masjid (alat untuk memanggil orang untuk pergi ke masjid) sehingga terlempar sejauh tiga ratus meter kearah tenggara masjid dan entah kenapa kemudian masjid itu kemudian terbakar. Bekas reruntuhan batu bata masjid tersebut saat ini masih bisa disaksikan meskipun kondisi batu batanya sudah tidak utuh lagi. Ditendangnya bedug masjid tersebut mengandung maksud sebagai symbol bahwa untuk apa ada bedug kalau masyarakat tidak pernah mau mendengarkan/ datang ke masjid untuk sembahyang (tempat berhentinya bedug tersebut dua ratus  delapan puluh tahun kemudian, yaitu sekitar tahun 1880-an dibangunlah masjid baru berdasarkan penafsiran KH Hasan Janamin seorang ulama dan guru sufi yang bermukim didekat tempat tersebut. Masjid tersebut kemudian dikenal sebagai Masjid Kauman atau Masjid Baitul Mujtahidin Kuanyar). Pada tahun 1600-an Mbok Emban dan Mbah Wali meninggal dan beliau berdua dimakamkan didekat pesanggrahan milik mereka berdua.
                Setelah era mbok emban kemudian muncul tokoh-tokoh lain yang mendiami tempat-tempat di sekitar setono. Tokoh-tokoh tersebut adalah Mbah Kresek, Mbah Sastro Mulyono, Mbah Sugeng, Raden Suryo, Mbah Cokroamijoyo, Mbah Suradi dan Mbok Dodol. Daerah mereka tinggal kemudian menjadi pedukuhan. Dukuh-dukuh tersebut adalah Sebatang (Mbah Kresek), Gedang Gepeng (Mbah Sastro Mulyono), Mbondoyo (Mbah Sugeng), Ngalasan Timur (Raden Suryo), Ngalasan Barat (Mbah Sastroamijoyo), Kranggan (Mbah Suradi), dan Babadan (Mbok Dodol). Mbah Kresek adalah yang mula-mula memberikan nama Kuanyar dari ungkapan Bumiku Anyar yang kemudian berubah menjadi Kuanyar. Karena beliau yang memberi nama desa kemudian beliau disebut sebagai Mbah Lurah. Untuk Setono sendiri kemudian menjadi bagian dari pedukuhan Kauman dikarenakan kemudian didaerah ini sebagai pusat penyiaran Agama Islam di Desa Kuanyar. Adapun pmerintahan Desa Kuanyar secara administrative setelah era Mbah Lurah (Mbah Kresek) adalah; Banis (1837-1840), Yahya (1840-1865), Ropingi (1880-1905), Wirongangsi (1905-1922), H. Glempo (1922), H. Sulaiman (1922-1945), Maskat (1945-1975), Abu Kholil (1975-1986), Ubeid Zubaidi (1986-1996), Abdul Qodir (1996-2003), Ubeid Zubaidi (2003-2013), dan Abdu Harisman (2013-2019).

                   Sebagai seorang tokoh yang telah berjasa dalam membuka Desa Kuanyar dan mensiarkan Agama Islam  untuk yang kali pertama tentu sangatlah wajar apabila generasi sekarang menghargai dan menghormati jasa beliau, karena bagaimanapun juga Mbok Nyai Emban dan keluarganya adalah pelopor atau lazim disebut Danyang. Namun kenyataannya sekarang sangat memprihatinkan. Satu satunya peninggalan beliau yang tak lain adalah makam beliau sendiri terkesan tak terawat. Bangunan yang menaungi makam beliau dan keluarga serta pengikutnyapun tak ubahnya seperti bangunan reot yang mau roboh. Kumuh, kotor dan berantakan. Begitu juga pemakaman disekitar makam beliau juga terkesan tak terawat tidak ada pagar keliling dan banyak makam yang sudah rusak. Batu nisan juga sudah banyak yang hilang. Terkesan kering dan gersang. Hal ini tentu membutuhkan perhatian khusus dari warga desa khususnya Pemerintah Desa Kuanyar. Pembangunan dan pemugaran yang memadai serta pengelolaan yang baik tentu harus menjadi program yang diprioritaskan.Selain itu juga perlu disusun sebuah buku tentang riwayat beliau oleh pemerintah esa dan tokoh tokoh agama dengan mencari berbagai sumber agar setiap generasi dapat mengetahuinya  Pembangunan makam ini tentunya bukan bermaksud untuk mengkultuskan beliau, namun lebih pada perawatan dan pemeliharaan sebuah situs sejarah dari proses panjang lahirnya sebuah desa. Dengan demikian makam tersebut bisa menjadi wisata sejarah bagi masyarakat desa terlebih generasi muda dan generasi yang akan datang agar mengetahui bagaimana desa mereka didirikan. . Tentu hal itu bukanlah hal buruk. Adapaun adanya kekhawatiran akan adanya praktek yang tidak baik itu kembali kepada keimanan masing masing. Selama pengelola bisa menjaga hal hal yang tidak baik serta praktek praktek yang menyimpang tentu hal semacam itu tak perlu dikhawatirkan. Negara yang besar adalah Negara yang warga negaranya menghargai para founding father dan pahlawannya dan desa yang besar adalah desa yang mau menghargai pendiri desanya. Karena bagaimanapun juga adanya kita dan eksistensi kita saat ini adalah hasil dari sebuah proses sejarah yang panjang maka tidak sepatutnya kita memutus rantai sejarah dengan tidak melestarikan peninggalan sejarah yang ada. Semoga Desa Kuanyar menjadi desa yang damai, ramah, mau menghormati dang menghargai leluhur dan yang terpenting tidak kehilangan jati dirinya dan jangan sampai termasuk dalam dalam peribahasa kacang lupa pada kulitnya.
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg
Email ThisBlogThis!Share to XShare to Facebook
Newer Post Older Post Home

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

  • Asal Usul Desa Mayong Kidul
    Asal - Usul Desa Mayong Kidul Asal –usul Desa Mayong bermula dari cerita Ratu Kalinyamat dan suaminya yang pergi ke kudus menemui Sunan K...
  • Sejarah Desa Tigajuru
    Sejarah Desa Tigajuru Tigajuru merupakan salah satu diwilayah Kerajaan Kalinyamat pada waktu itu. Dipimpin oleh seorang ratu bernama Ra...
  • Asal Usul Desa Kuanyar
    Asal Usul Desa Kuanyar Hubungan peristiwa ini dengan asal muasal Desa Kuanyar adalah, bahwa pada saat itu Ratu Kalinyamat mempunyai pen...

Recent Posts

Ads 728x90

Categories

  • Demo
  • Dokter
  • Mayong
  • Pelajar
  • Sejarah Jepara
  • SMK Mayong
  • Zainatul Hayat

Unordered List

3/Beach/post-list

Pages

  • Home

Iklan

Blog Archive

  • February 2021 (2)
  • January 2021 (1)
  • April 2020 (3)
  • March 2020 (1)
  • February 2020 (1)
  • January 2020 (5)
  • November 2019 (1)
  • September 2019 (1)
  • August 2019 (1)
  • July 2019 (3)
  • June 2019 (3)
  • May 2019 (13)
  • April 2019 (6)
  • March 2019 (9)
  • February 2019 (7)
  • January 2019 (6)
  • December 2018 (12)
  • November 2018 (16)
  • October 2018 (15)

Sample Text

Untuk Informasi berita dan juga info terupdate dari Mayong bisa kontak Admin

Tel: +01 19 9876-54321

Email: info@mayong.com

Copyright © Info Seputar Mayong Jepara | Powered by Admin
Design by Info Mayong | Theme by SMKNet.id | Distributed By SMKNet Templates